(^_-)-☆KCIC,KCJB Masalah besar yang serius 1~7 [ketidaknyamanan]

 5278 Untuk WNI KCIC Masalah besar kereta cepat China 1

https://www.youtube.com/watch?v=iAizHjnwl3g

Soal Proyek Kereta Cepat, Jepang Kecewa Indonesia Pilih Kerja Sama dengan China
1Kereta-C.jpg
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai polemik. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam. Proyek ini dikritik karena nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya yakni Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun. Di mana pemerintah Indonesia rencananya akan menutup kekurangan melalui dana APBN agar tidak mangkrak. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya merupakan inisiasi dari Jepang. Negara itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bahkan rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Pendukung China dalam menggarap proyek kereta cepat salah satunya adalah Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno. Presiden Jokowi akhirnya memutuskan memilih China meski bunga pinjaman yang ditawarkan lebih tinggi daripada proposal Jepang. Pertimbangan utama pemerintah Indonesia yakni karena China berjanji bahwa pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung tidak akan menggunakan uang APBN alias dijalankan dengan skema murni business to business (B to B) antar BUMN kedua negara.

Jepang kecewa dan menyesal Jika menilik ke belakang, polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung sempat membuat hubungan Indonesia-Jepang merenggang. Terlebih setelah Tokyo mengetahui kalau pemerintah Jokowi lalu berpaling ke China dalam proyek itu. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia. "Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pertama, pihak Jepang menyesal lantaran dana yang sudah dikucurkan untuk studi kelayakan high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar. Studi kelayakan HSR dikerjakan selama tiga tahun dan melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.

Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi. "Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," pungkas Tanizaki

China mengajukan proposal tanpa penelitian awal.
Jepang menginvestasikan 3 tahun dan 300 juta yen untuk melakukan survei pendahuluan. Ada kecurigaan bahwa proposal tersebut diserahkan ke pihak China oleh seseorang.


KCIC Masalah besar kereta cepat China 2
2rhn-kereta.jpg
Biaya sekarang lebih dari 1,5 kali lipat dari proposal Jepang, dan tingkat bunga dari Jepang adalah 0,1%, tetapi tingkat bunga dari China adalah 2%, yang konyol. Namun, pemerintah Indonesia belum melaporkan hal ini ke sebagian besar. Rencana Jepang mengiklankan bahwa itu tidak akan memberikan bimbingan teknis.

https://www.youtube.com/watch?v=8xS8GMMzu1w

Alasan Indonesia Pilih China dan Tolak Jepang soal Proyek Kereta Cepat

Polemik pendanaan atas bengkaknya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akhirnya terjawab setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021. Perpres yang diteken Jokowi tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Terdapat sejumlah poin utama yang terdapat dalam revisi beleid tersebut. Utamanya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung kini bisa didanai oleh APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang terlibat. Hal ini yang menjadi pertentangan dalam aturan sebelumnya. Karena sebelumnya pemerintah berjanji untuk tidak menggunakan uang APBN sepeser pun. Dana APBN diperlukan agar proyek tersebut tidak mangkrak. Estimasi China, Kereta Cepat Jakarta Bandung membutuhkan investasi sebesar Rp 86,5 triliun, namun di tengah jalan nilainya bengkak menjadi Rp 114,24 triliun.

China janjikan tanpa APBN Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 2 Oktober 2015, Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia mantap memilih China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah. Sebaliknya, Jepang melalui JICA meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Karena menurut Jepang, pengerjaan kereta cepat sulit terealisasi apabila menggunakan skema murni business to business (b to b). "Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi b to b karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

Karena itu pula kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakti untuk membuat joint venture agreement.

Menteri Rini Soemarno akan diganti dalam dua tahun atau lebih dan tidak diketahui di mana atau apa yang dia lakukan sekarang. Saat itu istilah “business to business” menjadi buzzword, namun sejak sekitar tahun 2019, presiden mulai berbicara tentang beban pemerintah, dan saya sudah berhenti mendengar istilah tersebut.

Wajar jika pekerja China masuk dan mengerjakan semua proyek yang dipimpin oleh China. Pekerja lokal tidak digunakan untuk kerja lapangan. Tidak ada tawaran seperti itu. Rel berkecepatan tinggi tidak terkecuali.

Contoh yang mudah dipahami adalah Meikarta, proyek pembangunan regional dan perkotaan di dekat Persimpangan Cibatu. Membuat apartemen menara berskala besar. Saya pikir mungkin ada lebih dari 500 pekerja Cina. terlibat dalam pekerjaan konstruksi. Tidak mungkin untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi orang Indonesia, atau untuk mengajarkan teknik arsitektur dan teknik tata kota. Dan sekarang, puluhan bangunan prefabrikasi untuk pekerja China telah hilang, sebagian besar telah kembali ke negara asalnya, dan bangunan tersebut dibiarkan belum selesai.
 

Saya heran mengapa pekerja kasar dari China bisa masuk ke Indonesia. Biasanya, orang asing seharusnya tidak bisa mendapatkan visa untuk pekerjaan yang bisa dilakukan penduduk setempat, tetapi pasti ada kekuatan misterius yang bekerja.
 

KCIC Masalah besar kereta cepat China 3
3 12484I.jpg
Pak Jonan, Menteri Perhubungan saat itu, menentang pembangunan kereta api cepat karena terlalu dini, dan beliau juga menentang rute dari Jakarta ke Bandung, dan beliau juga menentang keras untuk memilih Cina. Alasannya sama denganku.
Dan bahkan sekarang, Dia berpendapat bahwa itu adalah sebuah kegagalan.

Oleh presiden, hal itu diabaikan, menempatkan Rini sebagai penanggung jawab, dan memilih China. Jonan tidak menghadiri acara peletakan batu pertama pada tahun 2015.

https://www.youtube.com/watch?v=Khz2_WD1Ins&t=36s

Alasan Mantan Menhub Jonan Keberatan soal Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

penolakan Ignasius Jonan saat menjadi Menhub kala itu:
1. Kecepatan kereta cepat tidak akan maksimal Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 3 September 2015, Jonan kala itu menegaskan, selama ini tidak perlu ada moda transportasi semacam kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung. Kata dia, secara teknis, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek seperti Jakarta-Bandung yang hanya kisaran 150 kilometer. Perhitungan Jonan, jika di antara rute Jakarta-Bandung dibangun lima stasiun, jarak antar-satu stasiun dengan stasiun berikutnya sekitar 30 kilometer. Apabila dibangun delapan stasiun, jarak antar-stasiun kurang dari 20 kilometer. Jonan lebih lanjut memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 150 kilometer tersebut.
"Kalau Jakarta-Bandung itu total misal butuh 40 menit, berarti kalau interval tiap stasiun (jika lima stasiun) adalah delapan menit. Kalau delapan menit, apa bisa delapan menit itu dari velositas 0 km per jam sampai 300 km per jam? Saya kira enggak bisa," kata Jonan.

2. Rute terlalu pendek Menurut Jonan, kereta cepat idealnya dibangun untuk rute-rute jarak jauh, misalnya Jakarta-Surabaya. Baca juga: Plus Minus Naik Kereta Cepat Vs KA Argo Parahyangan, Pilih Mana? Terkait dengan keputusan pemerintah atas proposal Jepang dan Tiongkok, Jonan menegaskan, megaproyek tersebut akan diserahkan kepada BUMN dan investor secara komersial alias business to business (B2B). Dia menuturkan, tidak ada dana APBN yang digelontorkan untuk proyek yang sifatnya B2B, baik langsung maupun tak langsung. Jonan menjelaskan, BUMN dalam proyek ini bertindak sebagai badan usaha, bukan mewakili pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, hanya bertindak sebagai regulator yang mengatur trase dan izin proyeknya. Dia mengatakan, pihaknya hanya bertugas untuk mengatur trase yang akan dilalui proyek tersebut.

3. Trase dan masa konsesi Diberitakan Harian Kompas, 1 Februari 2016, izin trase dari Kementerian Perhubungan sempat terkatung-katung lantaran Jonan belum menerbitkan izinnya. Menurutnya, alasan belum keluarnya izin, karena dirinya tegas mengikuti koridor regulasi. "Saya kira publik tidak pernah memahami UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan menteri yang mengikutinya. Kalau mereka tahu, mereka akan mengerti saya hanya menjalankan undang-undang," kata Jonan saat itu. "Mereka sebagai pengusaha tentu akan minta kemudahan sebanyak-banyaknya. Kementerian BUMN tentu minta sebanyak-banyaknya, kita yang harus mengaturnya," tambahnya.
Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mempersulit perizinan kereta cepat. Asalkan, semua persyaratan bisa dipenuhi.

"Kami tidak mau mengulang kejadian di jalan tol, yakni pemegang konsesi tidak segera membangun jalan tol dan konsesi berlaku sejak pertama kali beroperasi. Akhirnya pemerintah tersandera. Kalau minta 50 tahun dan bisa diperpanjang, tidak saya berikan," kata Jonan, "Alasannya, konsesi ini gratis. Mereka tidak bayar sepeser pun. Konsesi di kereta berbeda dengan konsesi di laut dan udara. Kalau di laut, pemegang konsesi harus bayar 2,5 persen, sedangkan di kereta tidak ada fee konsesi," katanya lagi. Dikatakan Jonan, saat itu, tidak ada jaminan negara sama sekali. Apabila pembangunan dan pengoperasi

Jonan juga tidak banyak dilibatkan dalam memilih China untuk menggarap proyek kereta cepat itu. Keputusan itu diambil oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Rini adalah orang yang sedari awal ngotot mendorong realisasinya megaproyek itu. Bahkan, Rini pula yang mendukung keikutsertaan China ikut berpartisipasi dalam proyek tersebut. "Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, saya yang paling menentang. Itu tidak berkeadilan," kata Jonan dalam "CEO Speaks on Leadership Class" di Universitas Binus, Jakarta, pertengahan 2014. "Rohnya APBN itu NKRI. Kalau Jawa saja yang maju, ya merdeka saja Papua dan lainnya itu," ucap Jonan. Sikap tegas itu terbawa hingga menjadi Menteri Perhubungan. Sebelum Presiden memutuskan bahwa proyek kereta cepat tak boleh menggunakan APBN, Jonan sudah lebih dulu menolaknya. Pria asal Surabaya itu mengharamkan dana APBN digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.


KCIC Masalah besar kereta cepat China 4
4 bd8b8.jpg
Perbedaan antara proposal China dan Jepang adalah dua poin, meskipun di sini tertulis tiga poin. Salah satunya adalah China dapat melakukannya lebih murah daripada Jepang dan tidak meminta jaminan keuangan kepada pemerintah Indonesia. Lain adalah transfer teknologi. Percaya pada keduanya, Indonesia memilih China.

Terus terang, itu sama sekali berbeda dari apa yang dijanjikan. Selain itu, bahkan suku bunga awal 20 kali lebih tinggi dari proposal Jepang, dan jika pinjaman tambahan dilakukan di masa depan, suku bunga kemungkinan besar akan dinaikkan lebih banyak lagi.

Saya sudah menulis tentang transfer teknologi, tapi Maycarta adalah contoh yang bagus. Kalaupun kontrak tertulis, hanya sedikit orang Indonesia yang dipekerjakan, hampir tidak ada pelatihan, dan tidak ada standar kerja terkait pelatihan yang diberikan.

Apalagi ditegaskan bahwa Jepang tidak menginginkan alih teknologi.

Jepang telah menerima pesanan MRT (kereta bawah tanah Jakarta), dan dua pertiga dari bagian yang direncanakan sudah beroperasi. Hampir tidak ada orang Jepang di lokasi konstruksi, jadi mereka mempekerjakan orang Indonesia dan memberi mereka pengetahuan mulai dari konstruksi hingga pengoperasian. Tidak ada masalah sama sekali, kecuali keterlambatan pembayaran. Tidak ada orang Jepang yang difoto di media. Seolah-olah itu diselesaikan oleh orang Indonesia sendiri. Seolah-olah tujuannya untuk memberi kesan bahwa tidak ada bantuan teknis dari Jepang.

Situasi sebenarnya adalah Jepang mengajarkan teknologi, tetapi di China, orang China bertanggung jawab atas pekerjaan di tempat, dan orang Indonesia hanyalah asisten. Tanpa mengetahui situasi sebenarnya di masyarakat Indonesia, hanya laporan dan komentar tentang hiiki Cina yang diberitakan.

https://www.youtube.com/watch?v=4MYwqLa0v8k

Alasan Sebenarnya Jepang Tidak Kasih ToT Transfer Teknologi Kereta Cepat Jakarta Bandung

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai kritik beberapa hari terakhir. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam. Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah berencana menambal kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.

China memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km tersebut. Saat itu, Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sedangkan China mengajukan 5,5 miliar dollar AS. Jepang menawarkan pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 0,1 persen. Sementara China dengan tenor yang sama, menawarkan bunga pinjaman 2 persen. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa akhirnya pemerintah Indonesia memilih China ketimbang menggunakan teknologi Jepang yang sudah lebih dulu melakukan studi kelayakan dan menawarkan bunga utang jauh lebih rendah.

1. Janji tanpa APBN Pertama, China menang karena menjanjikan proyek tersebut bisa dilakukan murni dengan skema bisnis antar-BUMN kedua negara alias business to business (B to B). Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia menerima China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN seperser pun. "Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

2. Tanpa jaminan pemerintah Saat mengajukan proposal Kereta Cepat Jakarta Bandung, Jepang enggan menggarap proyek tersebut apabila pemerintah Indonesia tidak memberikan jaminan. Namun di tengah keraguan pemerintah Indonesia atas tawaran Jepang, China lalu muncul dan menawarkan kerja sama pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan skema pengerjaan oleh BUMN. China meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa tak perlu memberikan jaminan apa pun di proyek itu. Dengan kata lain, kalau pun di kemudian hari ada masalah pembangunan seperti biaya investasi yang membengkak atau kendala lainnya, risiko itu diserahkan ke perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Baik pihak China maupun BUMN Indonesia, bisa menambah modal yang nantinya akan menambah besaran saham di PT KCIC dan mendilusi pemilik saham lainnya dalam konsorsium.

3. Terbuka soal teknologi Hal lain yang masuk pertimbangan pemerintah Indonesia memilih China, adalah karena Negeri Panda berjanji akan terbuka soal teknologi, sehingga memungkinkan adanya transfer ilmu. Berbeda dalam proposal Jepang, transfer teknologi tak ada dalam klausul. Hal ini juga menjadi salah satu alasan pemerintah enggan melanjutkan pembahasan penawaran dari Negeri Sakura itu. Jepang kecewa dan menyesal Jika menilik ke belakang, polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung sempat membuat hubungan Indonesia-Jepang merenggang. Terlebih setelah Tokyo mengetahui kalau pemerintah Jokowi lalu berpaling ke China dalam proyek itu. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia.


KCIC Masalah besar kereta cepat China 5
5 8ddd5.jpeg
Jika kereta cepat China tidak mampu membayar hutang dan bunganya yang sangat besar, kemungkinan besar kereta api itu akan diambil alih oleh China, seperti yang telah dilakukan Sri Lanka.

seperti Sehubungan dengan negosiasi ini, saat utang kereta api cepat China disandera, mereka mulai menerima kemajuan perusahaan China ke Indonesia atas permintaan China. 

https://www.youtube.com/watch?v=f8YsaZ9itrM

Apa dampaknya jika tak bisa bayar utang?

Rizal Taufikurahman menilai bunga pinjaman yang dipatok China sebesar 3,4% "tidak bijak" karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan.

Belum lagi ongkos pengelolaan yang tidak murah.

Dengan segala pertimbangan itu, konsorsium Indonesia dipastikan bakal kesulitan membayar utang tersebut sehingga ujung-ujungnya mengandalkan APBN.

"Mau tidak mau [pakai APBN] karena konsorsium Indonesia misalnya hanya bisa membayar bunga utang yang 2 persen, selebihnya yang 1,4 persen ditanggung APBN."

Sementara kondisi APBN sudah sangat terbebani dengan besaran utang yang kian membengkak. Apalagi kalau nanti harus ikut menanggung pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Kata dia, konsekuensi terburuk kalau sampai Indonesia gagal membayar utang, maka pengelolaan kereta cepat diambil alih sepenuhnya oleh China.

Pasalnya China berkeras minta agar APBN menjadi penjamin untuk pinjaman proyek kereta cepat.

"Kalau sudah pakai APBN ya bukan business to business lagi. Prinsip itu yang harus dipegang. Tapi China ingin kepastian bisa terbayar enggak utangnya? Kalau dianggarkan di APBN kan jelas pasti dibayar."

Menanggapi permintaan China itu, Luhut mengaku telah menolaknya.

Ia merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Terperangkap jebakan utang China?
Pemerintah disarankan menguatkan lobi ke China agar kembali ke proposal awal pembiayaan di mana bunga pinjamannya sebesar 2% dengan tenor selama 40 tahun.

Jangan sampai, kata Rizal Taufikurahman, Indonesia mengalami situasi yang sama seperti Sri Lanka.

Pelabuhan internasional Hambantota yang terletak di sepanjang pantai selatan pulau Samudra Hindia itu diambil alih oleh China sebagai imbalan atas utang yang diberikan sebesar US$ 1,1 miliar.

Pasalnya sesuai kesepakatan China memiliki 85% saham dari pelabuhan dan berhak mengantongi sewa dari pelabuhan itu selama 99 tahun.

"Jangan sampai Indonesia seperti itu, investasi infrastruktur tidak menghasilkan," ujarnya.

"Karena klausul perjanjian di Sri Lanka dan Indonesia enggak mungkin jauh beda meskipun business to business," sambung Rizal.

Sejumlah pengamat sudah memperingatkan mengenai apa yang disebut "jebakan utang", yaitu ketika pemberi pinjaman - seperti pemerintah China - dapat mengambil konsesi ekonomi atau politik jika negara yang menerima investasi tidak dapat membayarnya kembali.


KCIC Masalah besar kereta cepat China 6
6 dir-Kereta.jpg
Mantan Menteri Perdagangan Gobel, dilihat dari namanya, adalah keturunan Tionghoa. Dia juga setuju dengan mantan Menteri Perhubungan Jonan, dan mengindikasikan bahwa Shinkansen harus diadopsi.

Saat ini, diperkirakan akan memakan waktu 40 tahun untuk menjadi menguntungkan, tetapi pemeliharaan dan akses selama 40 tahun akan membutuhkan investasi yang besar. Defisit akan terus berlanjut selamanya. Ada kemungkinan besar bahwa Anda tidak akan dapat membayar kembali hutang tersebut dan akan disita oleh China Development Bank.

https://www.youtube.com/watch?v=QIQZBlTj5nQ

Wakil Ketua DPR Sebut Proyek Kereta Cepat Versi Jepang Lebih Baik

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tidak lepas dari kontroversi, hal ini dikarenakan pembengkakan biaya investasi awal yang diajukan China sebesar US$5,5 miliar menjadi US$7,97 miliar.。

Jumlah ini bahkan melebihi biaya investasi dari Jepang yang berpengalaman dengan shinkansen yang hanya mengajukan US$6,2 miliar.

Mantan Menteri Perdagangan itu juga menanggapi kebijakan pemerintah yang akhirnya akan menggelontorkan dana APBN untuk menyuntik pembiayaan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak buru-buru menyuntikkan APBN untuk proyek tersebut. Gobel menceritakan Jepang awalnya mengajukan proposal dengan nilai US$6,2 miliar, sementara China hanya US$5,5 miliar.

"China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business,” ujarnya.

Namun, kemudian biaya pembangunan infrastruktur Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak menjadi US$6,07 miliar. Parahnya, Gobel menuturkan proyek tersebut makin melambung menjadi US$7,97 miliar.

"Kita gak tahu apakah ke ada kenaikan [biaya] lagi atau tidak. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang,” ucapnya.

Gobel menilai sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru.

Apalagi, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran akibat pandemi Covid-19. Banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing.

"Karena kita fokus untuk menghadapi Covid19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan juga kita tak boleh mundur untuk membangun IKN. Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita,” katanya.

Selain itu, Gobel pun mempertanyakan keandalan studi kelayakan pihak China. Pertama, pada pembengkakan pertama katanya karena faktor asuransi.

Kedua, pada pembengkakan kedua katanya karena faktor geologi dan geografi. Ketiga, banjir yang menggenangi jalan tol Jakarta-Cikampek terjadi akibat tersumbatnya saluran air karena pembangunan kereta cepat. 。

"Semua itu mestinya sudah bisa dihitung di dalam studi kelayakan. Nyatanya kan tidak. Karena itu saya mempertanyakan kualitas studi kelayakan tersebut. Ini persoalan serius,” imbuhnya.

Berdasarkan semua itu, Gobel meminta agar pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) berlaku transparan dan jujur.

Terutama terkait biaya konsultan sehingga seluruh pihak tahu bagaimana masa depan pembiayaan pembangunan kereta cepat China.

"Jangan sampai nanti minta tambahan duit lagi. Seolah bangsa ini diakali pelan-pelan,” ujar Gobel.


KCIC Masalah besar kereta cepat China 7
7 mlah-pen.jpg
Selama bertahun-tahun ada pembicaraan untuk membangun jalur kereta api semi-cepat antara Jakarta dan Surabaya, tetapi tidak ada yang benar-benar dimulai.

Untuk rutenya, apakah Anda akan mengabaikan Bandung dan mengikuti rute saat ini di sepanjang Jalan Raya Utara?

Tidak, bukannya semi-high speed, haruskah kita memperpanjang rel kecepatan tinggi China dari Bandung dan menghubungkannya ke Semarang?

Atau harus diarahkan ke selatan dan disambung ke Surabaya via Yogya dan Semarang?

Toh menurut saya akan jadi cerita setelah memastikan kondisi kereta cepat Jakarta-Bandung yang sebentar lagi akan digunakan. Jepang seharusnya tidak terlibat untuk saat ini.


https://www.youtube.com/watch?v=B5FS-YrTLdQ

RI GANDENG JEPANG BIKIN KERETA SEMI CEPAT JKT-SBY

Jika betul bekerjasama dengan jepang semoga terlaksana dengan baik dan pengelola proyeknya tidak menjadikan proyek ini lahan korupsi yang menyengsarakan rakyat seumur hidup.
Disarankan proyek ini menggunakan jalur kereta yang sudah ada, dengan pertimbangan hemat biaya dan lahan dan konstruksi bisa dilakukan jalur lama untuk kereta biasa sementara kereta cepat / semi cepat menggunaksn jalur atas (atau sebaliknya) dengan memperhitungkan faktor keamanan yang tinggi, jika ada jalur baru kearah atau daerah potensial tinggal membuat cabang ke kiri atau kekanan. Semoga terlaksana demi Indonesia yang maju dan sejahtera. Aamiin...

Dari sisi Jepang tentu tak ada keraguan untuk wujudkan proyek kereta cepat JKT-SBY , tapi masalahnya mungkin akan muncul pada sisi Indonesia , yaitu masalah pendanaan / pembebasan lahan / gangguan sosial politik keamanan perburuhan.


https://www.youtube.com/watch?v=B6J94DcWw0Y
7MFN0A0.jpg
Stasiun ini juga jauh dari kota Bandung. Tentu, itu adalah salah satu objek kritik. Ini belum selesai.

Progress pembangunan stasiun kereta cepat Padalarang kabupaten Bandung Barat.

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menuai banyak kritik. Salah satu yang jadi kontroversi, adalah letak stasiunnya yang berada jauh di pinggiran kota. Di Bandung contohnya, letak stasiunnya berada di Padalarang yang masuk Kabupaten Bandung Barat. Daerah yang terkenal dengan tambang batu kapurnya ini berjarak lebih dari 20 kilometer ke pusat Kota Bandung. Padahal, Kota Bandung merupakan kantong paling besar calon penumpang. Stasiun kedua yang relatif paling dekat dengan Kota Bandung adalah Stasiun Tegalluar yang berada di Kabupaten Bandung.

nice!(0)  コメント(0) 
共通テーマ:日記・雑感

nice! 0

コメント 0

コメントを書く

お名前:
URL:
コメント:
画像認証:
下の画像に表示されている文字を入力してください。

Facebook コメント